Saturday, May 16, 2009

Topeng....


Tapi buka dulu topengmu….
Penggalan dari lagu Peterpan di atas terkadang membuat saya terlontar jauh ke dalam sebuah situasi yang cukup kondusif untuk merenung, tak peduli dimanapun saya kebetulan mendengarnya. Apakah itu di atas bus kota yang sedang melaju kencang di jalanan Jakarta, dari tape butut di pojok kamar saya, dari computer butut sy yang sekarang telah berpindah tangan, bahkan dari toko-toko kaset di saat saya sedang berjalan di pasar.
Buka dulu topengmu…..sadar atau ga sadar, banyak dari kita yang lebih nyaman dengan topeng-topeng yang seakan tak pernah lepas dari wajah kita. Ada yang hanya membutuhkan satu topeng, dan tak sedikit yang memakai bermacam topeng yang tentunya digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi yang berbeda.

Dan rasanya jarang yang tidak membutuhkan topeng untuk menutupi kekotoran wajahnya.
Paling tidak, topeng-topeng tersebut digunakan untuk menutupi rahasia-rahasia terpendam yang jauh ditanam di lubuk hati yang terdalam. Nyaris hanya dia dan Tuhan yang tahu, plus mungkin 2 malaikat kiri kanan yang setia mencatat segala macam amal.
Sehingga, bisa dikatakan bahwa wajah asli seseorang hanya dimunculkan ketika ia merasa benar-benar sendiri di kamar yang terkunci, saat ketika ia bisa mengekspresikan diri tanpa harus takut dilihat oleh orang lain. Sementyara di luar itu, aneka topengpun telah siap digunakan.
Topeng yang dipakai ketika menghadapi orang tua, topeng untuk berhadapan dengan dosen, topeng khusus untuk bergaul, topeng ketika berhadapan dengan masyarakat…dan topeng-topeng lain. Satu hal yang mungkin luput dari perhatian para manusia bertopeng adalah bahwa topeng-topeng tersebut tak pernah cukup untuk menyembunyikan wajahnya di hadapan Pencipta. Dan sebanyak apapun topeng yang digunakan, bagiNYA wajah asli lah yang tetap terlihat. Dan biasanya kebanyakan kita tidak terlalu peduli dengan ini, karena toh sang Tuhan tak terlihat, gaib, entah dimana, karena itu sering "dianggap" tidak ada, dan atas dasar inilah kemudian tak pernah merasa perlu memikirkan topeng apa yang harus digunakan ketika berhadapan denganNYA.
Sunggu hebat dan bukan sebuah kebetulan apabila di pembukaan surat al-baqarah, ketika mendeskripsikan orang-orang yg bertakwa, Allah memulainya dengan "mereka yang beriman kepada yang ghaib" karena memang seluruh rukun iman yang ada semuanya berhubungan dengan yang ghaib, dan ketika keimanan kepada yang ghaib tadi benar-benar menghunjam ke dalam hati manusia, maka saat itu dia tidak lagi memerlukan topeng bagi wajahnya.
Dan tampaknya, topeng menjadi satu hal yang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari manusia. Jadi jangan heran kalau tiba-tiba seorang kawan yang anda anggap begitu dekat dengan anda mampu menampilkan topeng lain yang sama sekali baru bagi anda ketika berhadapan dengan orang lain yang mungkin memberikan pengaruh yang cukup besar bagi nya. Atau seorang yang selama ini anda anggap begitu jahat, ternyata mampu menutupi kejahatan itu dengan sebuah topeng kebaikan, sebuah topeng yang dihiasi dengan senyum ketulusan.
Atau, secara sederhana mungkin setiap kita bisa merenung dan memikirkan kembali tentang topeng-topeng yang sering kita gunakan. Topeng yang kita tampilkan di saat berada di tengah-tengah keluarga di rumah, dan kemudian secara otomatis berganti ketika kita mendapatkan diri kita 'sendiri' di rumah sendiri, kemudian berganti lagi dengan topeng lain di saat berada di lingkungan kampus, topeng saat berada di dunia maya, dan topeng-topeng lain yang saling bergantian secara otomatis dengan hebat.
Pola hidup bertopeng ini kemudian banyak melahirkan sikap-sikap khas munafik di tengah masyarakat, dan sepertinya ketika setiap situasi dihadapi dengan topeng yang berbeda, maka kemunafikan seolah menjadi sebuah keniscayaan yang tak bisa dihindari.
Lalu akhirnya muncullah sebuah masyarakat bertopeng, dan dalam lingkup yang lebih besar timbullah sebuah negara topeng.....dan ketika semuanya tertutup oleh topeng, secara otomatis nilai kejujuran pun menghilang....ga salah kalo ciri pertama orang munafik adalah "hobi ngibul"....lalu, kebaikan macam apa yang diharapkan dari masyarakat yang minus kejujuran?? Kemajuan macam apa yang didamba dari bangsa yang kehilangan kejujuran di balik topeng2 mereka..??
So, untuk menghilangkan kebiasaan bertopeng dari sebuah bangsa, maupun dari sebuah komunitas masyarakat bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan perjuangan yang luar biasa melelahkan dan kontinyu.....dan tentunya segala sesuatu dimulai dengan langkah pertama...sejauh apapun perjalanan selalu dimulai dengan ayunan kaki yang pertama....jadi, kenapa tidak kita mulai langkah awal itu dengan menyingkirkan topeng dari wajah kita sendiri...???
KDI 106/03/1
17:18 sore waktu Tripoli

Read More..

catatan seorang pramugari...


Di bawah ini ada sebuah kisah yang sy dapat dari sebuah forum dan mudah2an dapat menjadi pelajaran, sebuah kisah yang dapat membuat kita lebih bersyukur, merubah cara pandang terhadap orang lain menjadi lebih baik, dan bahwa pelajaran kehidupan dapat didapat dimana saja dan dari siapa saja.....bahkan di saat, maupun dari orang yang tak terduga.....kita dengarkan penuturan seorang pramugari sbb :
Saya adalah seorang pramugari biasa dari China Airline, karena bergabung dengan perusahaan penerbangan hanya beberapa tahun dan tidak mempunyai pengalaman yang mengesankan, setiap hari hanya melayani penumpang dan melakukan pekerjaan yang monoton.
Pada tanggal 7 Juni yang lalu saya menjumpai suatu pengalaman yang membuat perubahan pandangan saya terhadap pekerjaan maupun hidup saya.
Hari ini jadwal perjalanan kami adalah dari Shanghai menuju Peking, penumpang sangat penuh pada hari ini.


Diantara penumpang saya melihat seorang kakek dari desa, merangkul sebuah karung tua dan terlihat jelas sekali gaya desanya, pada saat itu saya yang berdiri dipintu pesawat menyambut penumpang kesan pertama dari pikiran saya ialah zaman sekarang sungguh sudah maju seorang dari desa sudah mempunyai uang untuk naik pesawat.

Ketika pesawat sudah terbang, kami mulai menyajikan minuman, ketika melewati baris ke 20, saya melihat kembali kakek tua tersebut, dia duduk dengan tegak dan kaku ditempat duduknya dengan memangku karung tua bagaikan patung.

Kami menanyakannya mau minum apa, dengan terkejut dia melambaikan tangan menolak, kami hendak membantunya meletakan karung tua diatas bagasi tempat duduk juga ditolak olehnya, lalu kami membiarkannya duduk dengan tenang, menjelang pembagian makanan kami melihat dia duduk dengan tegang ditempat duduknya, kami menawarkan makanan juga ditolak olehnya.

Akhirnya kepala pramugari dengan akrab bertanya kepadanya apakah dia sakit, dengan suara kecil dia mejawab bahwa dia hendak ke toilet tetapi dia takut apakah dipesawat boleh bergerak sembarangan, takut merusak barang didalam pesawat.

Kami menjelaskan kepadanya bahwa dia boleh bergerak sesuka hatinya dan menyuruh seorang pramugara mengantar dia ke toilet, pada saat menyajikan minuman yang kedua kali, kami melihat dia melirik ke penumpang disebelahnya dan menelan ludah, dengan tidak menanyakannya kami meletakan segelas minuman teh dimeja dia, ternyata gerakan kami mengejutkannya, dengan terkejut dia mengatakan tidak usah, tidak usah, kami mengatakan engkau sudah haus minumlah, pada saat ini dengan spontan dari sakunya dikeluarkan segenggam uang logam yang disodorkan kepada kami, kami menjelaskan kepadanya minumannya gratis, dia tidak percaya, katanya saat dia dalam perjalanan menuju bandara, merasa haus dan meminta air kepada penjual makanan dipinggir jalan dia tidak diladeni malah diusir. Pada saat itu kami mengetahui demi menghemat biaya perjalanan dari desa dia berjalan kaki sampai mendekati bandara baru naik mobil, karena uang yang dibawa sangat sedikit, hanya dapat meminta minunam kepada penjual makanan dipinggir jalan itupun kebanyakan ditolak dan dianggap sebagai pengemis.

Setelah kami membujuk dia terakhir dia percaya dan duduk dengan tenang meminum secangkir teh, kami menawarkan makanan tetapi ditolak olehnya.

Dia menceritakan bahwa dia mempunyai dua orang putra yang sangat baik, putra sulung sudah bekerja di kota dan yang bungsu sedang kuliah ditingkat tiga di Peking. anak sulung yang bekerja di kota menjemput kedua orang tuanya untuk tinggal bersama di kota tetapi kedua orang tua tersebut tidak biasa tinggal dikota akhirnya pindah kembali ke desa, sekali ini orang tua tersebut hendak menjenguk putra bungsunya di Peking, anak sulungnya tidak tega orang tua tersebut naik mobil begitu jauh, sehingga membeli tiket pesawat dan menawarkan menemani bapaknya bersama-sama ke Peking, tetapi ditolak olehnya karena dianggap terlalu boros dan tiket pesawat sangat mahal dia bersikeras dapat pergi sendiri akhirnya dengan terpaksa disetujui anaknya.

Dengan merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai anak bungsunya, ketika melewati pemeriksaan keamanan dibandara, dia disuruh menitipkan karung tersebut ditempat bagasi tetapi dia bersikeras membawa sendiri, katanya jika ditaruh ditempat bagasi ubi tersebut akan hancur dan anaknya tidak suka makan ubi yang sudah hancur, akhirnya kami membujuknya meletakan karung tersebut di atas bagasi tempat duduk, akhirnya dia bersedia dengan hati-hati dia meletakan karung tersebut.

Saat dalam penerbangan kami terus menambah minuman untuknya, dia selalu membalas dengan ucapan terima kasih yang tulus, tetapi dia tetap tidak mau makan, meskipun kami mengetahui sesungguhnya dia sudah sangat lapar, saat pesawat hendak mendarat dengan suara kecil dia menanyakan saya apakah ada kantongan kecil? dan meminta saya meletakan makanannya di kantong tersebut. Dia mengatakan bahwa dia belum pernah melihat makanan yang begitu enak, dia ingin membawa makanan tersebut untuk anaknya, kami semua sangat kaget.

Menurut kami yang setiap hari melihat makanan yang begitu biasa dimata seorang desa menjadi begitu berharga.

Dengan menahan lapar disisihkan makanan tersebut demi anaknya, dengan terharu kami mengumpulkan makanan yang masih tersisa yang belum kami bagikan kepada penumpang ditaruh didalam suatu kantongan yang akan kami berikan kepada kakek tersebut, tetapi diluar dugaan dia menolak pemberian kami, dia hanya menghendaki bagian dia yang belum dimakan tidak menghendaki yang bukan miliknya sendiri, perbuatan yang tulus tersebut benar-benar membuat saya terharu dan menjadi pelajaran berharga bagi saya.

Sebenarnya kami menganggap semua hal tersebut sudah berlalu, tetapi siapa menduga pada saat semua penumpang sudah turun dari pesawat, dia yang terakhir berada di pesawat. Kami membantunya keluar dari pintu pesawat, sebelum keluar dia melakukan sesuatu hal yang sangat tidak bisa saya lupakan seumur hidup saya, yaitu dia berlutut dan menyembah kami, mengucapkan terima kasih dengan bertubi-tubi, dia mengatakan bahwa kami semua adalah orang yang paling baik yang dijumpai, kami di desa hanya makan sehari sekali dan tidak pernah meminum air yang begitu manis dan makanan yang begitu enak, hari ini kalian tidak memandang hina terhadap saya dan meladeni saya dengan sangat baik, saya tidak tahu bagaimana mengucapkan terima kasih kepada kalian.

Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian, dengan menyembah dan menangis dia mengucapkan perkataannya. Kami semua dengan terharu memapahnya dan menyuruh seseorang anggota yang bekerja dilapangan membantunya keluar dari lapangan terbang.

Selama 5 tahun bekerja sebagai pramugari, beragam-ragam penumpang sudah saya jumpai, yang banyak tingkah, yang cerewet dan lain-lain, tetapi belum pernah menjumpai orang yang menyembah kami, kami hanya menjalankan tugas kami dengan rutin dan tidak ada keistimewaan yang kami berikan, hanya menyajikan minuman dan makanan, tetapi kakek tua yang berumur 70 tahun tersebut sampai menyembah kami mengucapkan terima kasih, sambil merangkul karung tua yang berisi ubi kering dan menahan lapar menyisihkan makanannya untuk anak tercinta, dan tidak bersedia menerima makanan yang bukan bagiannya, perbuatan tersebut membuat saya sangat terharu dan menjadi pengalaman yang sangat berharga buat saya dimasa datang yaitu jangan memandang orang dari penampilan luar tetapi harus tetap menghargai setiap orang dan mensyukuri apa yang kita dapat.
so, seringkali sebuah rutinitas yg kita anggap amat biasa dan bahkan cenderung membosankan menjadi demikian luar biasa bagi orang lain....
saat menjadi temus haji 2007, seorang bapak yg berasal dari sebuah daerah transmigrasi di sumatra (sy lupa sumatra mana) mengungkapkan penghargaan yang dalam kepada kami yang saat itu memberikan pelayanan (bertugas) dan mau menemaninya "ngobrol2 ringan" di waktu luang saat berada di hotel menjelang kepulangannya ke tanah air...dia sangat berterima kasih karena kami yang dianggapnya orang berpendidikan dan "hebat" di matanya (padahal kita sama sekali tidak merasa hebat) mau ngobrol2 bertukar cerita dan pengalaman dengannya yg hanya "orang kampung" yang buta huruf dan tidak berpendidikan......padahal tanpa disadarinya saat itu kami justru mendapatkan pelajaran yang sangat berharga tentang "perjuangan hidup yang tak kenal lelah dan kesabaran beliau dalam berusaha sehingga cukup berhasil menghidupi keluarganya di daerah transmigrasi tersebut.....
dan seringkali di saat kita merasa terlalu berat untuk bersyukur, bahkan merasa kehilangan sebab yang bagus untuk bersyukur, Allah mengirimkan sinyal-sinyal dan pelajaran dari arah yg tak terduga yang mengingatkan kita ttg betapa beruntungnya kita, dan betapa kufurnya kita akan nikmat yang terlalu sering kita lupakan.......

Read More..