Monday, January 26, 2009

INDONESIA ‘’NEGARA BAGIAN’’ SINGAPURA? (2)

Sumber: aya hasna/dbs. (04/05/2007)
Jakarta, ahmadsumargono.net. KRONOLOGI EKSPOR PASIR KE SINGAPURA

1970-an

Kegiatan ekspor pasir laut ke Singapura sendiri dimulai sejak 1976 seiring dengan dimulainya proyek Reklamasi (perluasan) pantai daratan Singapura.

Hanya ada tiga pemain besar di sini. Kelompok pertama yang menguasai dua Kuasa Penambangan (KP): PT Equator Reka Citra, PT Nalendra Bhakti Persada, PT Indoguna Yuda Persada, PT Sangkala Duta Segara, dan PT Sugi Mahaya. Sedangkan, kelompok kedua dan ketiga masing-masing dengan satu KP: PT Citra Harapan Abadi dan PT Beralang Sugi Bulan.

Data menyebutkan pada tahun 1990 luas negara Singapura adalah 580KM2, tapi peta pada tahun 2010 menjadi 760 KM2 , artinya bertambah 31% dibanding tahun 1990.

Untuk itu, Pemerintah Negara Singapura hingga tahun 2010 membutuhkan pasir urug sebanyak 7,120.000,000 M3. Pasir sebanyak itu untuk mereklamasi di dua kawasan yakni pantai barat dan pantai Timur.

Wilayah-wilayah yang akan direklamasi: West Bank East Bank, Jurong Phase III-B Ubin Island, Jurong Phase IV-A Tekong Island, Jurong Phase IV-B Changi Phase 1-A, Tuas Extention Phase 4 Changi Phase 1-B, Jurong Phase I Changi Phase 1-C, Jurong Phase II Punggol, Southern Island Other Package, Sentosa Island.

Agustus 2001

Pencurian pasir laut di wilayah perairan Indonesia semakin marak. Salah satu modus operandi menggunakan kapal buatan Belanda yang mampu menghisap pasir sambil berjalan dengan kecepatan 2-3 knot dalam satu jam mampu menyedot hingga 10.000 M3. Biasanya pencurian itu pada malam hari untuk mengelabui petugas.

Februari 2002

Departemen Perindustrian dan Perdagangan menghentikan ekspor pasir timah dan pasir laut karena sulit mengontrol maraknya pencurian.

18 April 2002

Pemerintah melalui Instruksi Presiden No 2 tahun 2002 memberlakukan pelarangan ekport pasir laut, yang diperuntukkan bagi perluasan (reklamasi) pantai Singapura.

27 Mei 2002

Aktivitas penambangan pasir laut di Riau dibuka kembali melalui Kepres No 33 Tahun 2002 tertanggal 23 Mei 2002.

September 2002

Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI telah membentuk Tim Pengawasan Pasir Laut. Tim ini akan mengoordinasikan setiap komisi di dewan yang terkait dengan permasalahan pasir laut. Seperti Komisi Politik dan Pertahanan, Komisi Pertanian dan Perikanan, Komisi Industri dan Perdagangan, serta Komisi Pertambangan dan Lingkungan Hidup.

Maret 2003

Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Rini Suwandi, memutuskan menghentikan sementara ekspor pasir laut. Dalam Surat Keputusan Nomor 117/MPP/Kep/II/2003 yang ditandatangani pada 28 Februari lalu dikemukakan penghentian ekspor akan ditinjau kembali setelah program pencegahan terhadap kerusakan pesisir dan pulau-pulau kecil tersusun.

Selain itu, ekspor akan dilanjutkan kembali jika sengketa penetapan batas wilayah lauh antara Indonesia dan Singapura telah diselesaikan.

Pasir laut yang dihentikan ekspornya adalah bahan galian pasir yang terletak pada wilayah perairan Indonesia, yang tidak mengandung unsur mineral golongan A dan/atau golongan B, dalam jumlah berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. Sebelumnya, Menperindag telah menentukan pula kuota ekspor pasir laut untuk mencegah kerusakan lingkungan.

Juni 2004

Belum ada rencana Departemen Perindustrian dan Perdagangan untuk mengijinkan kembali ekspor pasir laut. Masih menunggu pembicaraan instansi lain terkait mengenai kelestarian lingkungan dan perbatasan Negara Indonesia- Singapura.

27 April 2007

Presiden SBY dan PM Singapura Lee Hsien Loong, meneken Perjanjian Ekstradisi Singapura-Indonesia di Istana Tampaksiring, Bali. Mantan Ketua MPR Amien Rais menilai, kesepakatan itu tidak masuk akal, karena disertai kesepakatan pertahanan yang membolehkan Singapura melibatkan pihak ketiga berlatih militer di Indonesia. Sedangkan Pakar Hukum Internasional Prof Hikmahanto Juwana menyebut bahwa para koruptor yang dibidik perjanjian itu akan lari duluan. Selain itu, dicurigai bahwa kran ekspor granit dan pasir dari Indonesia ke Singapura akan dibuka lagi.

2 komentar:

Anonymous said...

kira - kira kapan ya kita bisa mengeksport pasir laut lagi, coz gw lagi pusing mikirin banyak duit yang amblas pada saat proses pengurusan perizinan eksport pasir laut, emangnya pemerintah mau ganti rugi

Edi Nurdiman S.Si said...

jika di tinjau dari tingkat kedalaman pengerukan pasir laut dan timah (milik BUMN) pasir laut melakukan pengerukan maksimal 20 m, sedangkan timah melakukan pengerukan maksimal 60 m. hal itu dikarenakan masa jenis timah jauh lebih besar dibandingkan pasir.
tapi apakah dikarenakan pertambangan milik BUMN, dampak lingkungan tidak diperdulikan. sedangkan menurut ilmu fisika lingkungan yang saya dalami, ilmu fisika lingkungan tidak pandang bulu, apakah itu milik BUMN ataupun swasta.

Post a Comment