Monday, January 26, 2009

INDONESIA ‘’NEGARA BAGIAN’’ SINGAPURA? (3)

Sumber: aya hasna/dbs (04/05/2007)
Jakarta, ahmadsumargono.net. NEGARA KECIL INI MENJADI RAKSASA KARENA DIBACK UP ISRAEL, AMERIKA, DAN INDONESIA!



Menurut laporan Merrill Lynch dan Capgemini yang dirilis 10 Oktober 2006, aset 55 ribu orang terkaya di Singapura bernilai US$ 260 miliar. Kategori orang kaya yang dimaksud adalah mereka yang memiliki kekayaan sekitar US$ 1 juta. Tho menambahkan, jumlah orang kaya yang bertempat tinggal di Singapura mengalami lonjakan 13,4 % dari tahun 2004. Sementara itu, dari total orang kaya Singapura 1,3% merupakan orang kaya dengan kekayaan sekitar US$ 30 juta. Dia memperkirakan, pertumbuhan orang kaya di Singapura akan mencapai 20% sampai 25% dalam beberapa tahun mendatang. Hal itu terjadi karena Singapura memiliki tata kelola manajemen bisnis yang baik di Asia (Investor Daily, 11/10/06).

Jika melihat data dari Corruption Perception Index (CPI) yang diterbitkan Transparency International setiap tahun, terlihat, Singapura termasuk negara paling bersih dari korupsi bersama sejumlah negara Skandinavia. Tahun 2005, misalnya, survei Transparency International menempatkan Singapura sebagai negara nomor lima paling bersih dengan score 9,4.

Rentang score yang digunakan survei Transparency International adalah 0-10, angka 10 untuk negara zero corruption dan angka 0 untuk negara paling korup. Score 9,4 adalah yang amat bagus mendekati sempurna, dan menjadi daya tarik bagi pengusaha dan mereka yang ingin menabungkan uangnya di bank-bank Singapura. Kerahasiaan bank terjamin dan aman. Tidak heran jika Singapura, negara berpenduduk sekitar 4,5 juta jiwa dengan produk domestik bruto (GDP) sekitar 132 miliar dollar AS, menjadi pusat keuangan dan bisnis regional yang maju pesat, hadir sebagai saingan baru bagi pusat keuangan mapan seperti Hongkong dan Swiss.

Maka, bagi publik, terutama pengusaha, Singapura adalah negara yang amat maju, teratur, bersih dari korupsi, dan dituntun oleh Rule of Law. Lembaga pengadilan amat mandiri, independen, dan tanpa korupsi. Putusan pengadilan selalu berdasar ketentuan hukum yang berlaku (strict law).

Belakangan, penyelesaian arbitrase di Singapura juga mulai populer karena dianggap memiliki kredibilitas tinggi. Akhirnya Singapura menjadi bukan saja tempat bisnis, tetapi juga tempat rujukan penyelesaian sengketa bisnis. Tidak heran jika kita melihat banyak kontrak bisnis internasional yang mencantumkan penyelesaian sengketa bisnis di lembaga pengadilan atau arbitrase di Singapura.

Mengenai keperkasaan militer Singapura, Atase Perhubungan Udara RI di ICAO (International Civil Aviation Organization) yang bermarkas di Montreal, Kanada, Yusuf Syiun menyebutkan bahwa negeri yang berluas hanya 600-an km persegi tersebut, ternyata diserahi wewenang untuk mengawasi wilayah udara Nusantara, padahal pesawat-pesawat mereka, begitu take-off ia sudah memasuki wilayah Indonesia, kata pejabat yang berasal dari P Sabu di dekat P Sumbawa itu.

Pertanyaannya, faktor apa saja yang membuat negara kecil itu sedemikian hebat?

Faktor Israel

Pada 15 Juli 2004, penulis Israel, Amnon Barzilai, menulis sebuah berita pendek di Haaretzdaily.com yang berjudul “Israel set up Singapore's army, former officers reveal”. Isinya menjelaskan, bahwa sejak awal berdirinya, negara Singapura telah meminta bantuan Israel untuk merancang tentaranya, sehingga sekarang menjasi salah satu tentara terkuat di Asia Tenggara.

Dikatakan: “The Singaporean army, which is today considered one of the strongest in southeast Asia, was set up by Israel.”

Pada Desember 1965, delegasi militer Israel yang diketuai oleh Mayor Jenderal Ya'akov Elazari tiba di Singapura secara rahasia dan mulai membangun berbagai cabang kekuatan militer di sana.

Sejak itu, hubungan keamanan antara kedua negara mulai diperkuat, dan sekarang, Singapura merupakan salah satu konsumen terbesar terhadap senjata dan sistem persenjataan Israel.

Pendiri Singapura dan sekaligus perdana menteri pertama, Lee Kuan Yew, ketika itu, meminta Israel untuk membantu mendirikan ketentaraan negaranya, tidak lama setelah Singapura dipisahkan dari Malaysia tahun 1965. Delegasi Israel terdiri atas enam pewira tentara dan dibagi dalam dua tim. Pertama, dipimpin oleh Elazari, bertugas mengatur pertahanan dan keamanan internal kementerian. Yang lain dipimpin oleh Mayjen Yehuda Golan membangun infrastruktur militer, dengan mengikuti model Israeli Defence Force (IDF). Para perwira Israel itu juga memberikan pelatihan pertama terhadap para perwira tentara Singapura.

Dan yang menarik, disebutkan dalam berita itu, delegasi Israel yang berangkat ke Singapura dilatih oleh seorang fundamentalis Zionis bernama Rehavam Ze'evi, mantan menteri pariwisata Israel, yang akhirnya dibunuh oleh pejuang Palestina dari kelompok PFLP. Ze’evi-lah yang dikatakan menulis ‘blueprint’ untuk tentara Singapura.

Faktor Amerika

Dirjen Kerja Sama Internasional Departemen Perindustrian dan Perdagangan Dr Pos Hutabarat agak kurang menyetujui, sebab keperkasaan negeri sekecil Singapura itu mendapat bantuan penuh dari Amerika.

Betapa tidak, volume perdagangannya (ekspor-impor) bernilai 270 miliar dolar AS, sementara Indonesia baru mencapai 70 juta dolar AS, padahal jumlah penduduk Singapura hanyalah 4 juta orang, sedangkan Indonesia berpenduduk hampir 50 kali lipat Singapura, yaitu 214 juta jiwa.

Bayangkan, katanya, seluruh jenis komiditi ekspor Singapura yang bernomenklatur sejumlah 7.000 mata dagangan itu, tak satu pun yang kena beban pajak impor, artinya bebas masuk. Ini karena kedua negara tersebut sudah menandatangani FTA (Free Trade Area). Sementara Indonesia bila mengekpor barang-barang ke Amerika, dikenakan bea masuk yang berkisar antara 5 sampai dengan 30 persen. Barang-barang elektronika Indonesia, kata Dr Pos Hutabarat, harus membayar pajak masuk sampai dengan sebesar 30 persen, sementara Singapura 0 persen.

Ketika ditanya mengapa Singapura bisa mengekspor jenis-jenis komoditi yang demikian banyak, Pos Hutabarat menjelaskan bahwa untuk satu jenis komoditi elektronika saja, bisa terdiri dari puluhan bahkan ratusan nomenklatur, seperti TV katanya, bisa terdiri dari pelbagai ukuran, tipe, warna. Begitu juga komputer, radio, telepon, lampu, dan sebagainya. Semua jenis dan sub-jenis elektronika itu bisa mencapai 400-an [nomenklatur].

Agar jelas, kata Pos Hutabarat, satu jenis mata dagangan seperti beras bisa terdiri dari banyak jenis, seperti beras ketan, ketan putih, ketan hitam, kemudian yang non-ketan, ada beras cianjur, rajalele dan sebagainya. Apalagi jika dilihat dari sisi ukuran broken (taraf kepatahan ujung beras) dan warnanya. Maka, dari satu komoditi beras bisa terdiri dari 20-an nomenklatur.

Menurut catatan Atase Perdagangan di KBRI Ottawa, Dharma Budhi SE MBA, Indonesia sampai saat ini telah mengekspor bermacam-macam komoditi, seperti pakaian jadi, aneka jenis tekstil, karet alam, barang-barang dari karet, elektreonika, furniture, udang, aneka ikan, bahan-bahan makanan seperti mi instan yang secara keseluruhan mencapai 1.570 nomenklatur dengan nilai (ekspor-impor) sebanyak 1,2 miliar dolar AS per tahun. Sedangkan ekspor Indonesia ke Amerika, kata Pos Hutabarat, berkisar 8 miliar dolar AS.

Ketika menyinggung soal potensi konflik dagang antara Indonesia dan Amerika, seperti soal paha ayam, Pos Hutabarat menyebutkan, Indonesia telah meminta fasilitas yang sama seperti Singapura bagi P Batam, yaitu soal bebas bea masuk, sebagai imbalan paha ayam yang diributkan tempo hari. Amerika menyetujui, katanya, dengan syarat perusahaan yang beroperasi di P Batam itu harus dimiliki oleh Singapura. Bila perusahan itu dimilki oleh Indonesia, maka barang-barang yang diolah dari P Batam itu harus membayar bea masuk ke Amerika dengan tarif sebesar 5-30 persen, tergantung jenis barang yang diekspor. Kerena Amerika menolak usulan Indonesia tentang fasilitas yang kita minta untuk P Batam agar disamakan dengan Singapura, maka konflik Indonesia-Amerika belum terselesaikan.

Faktor Indonesia

‘’Anda adalah seorang pengusaha Indonesia. Anda telah menyuap pejabat bank negara untuk mendapatkan 200 juta dollar Amerika Serikat tanpa jaminan memadai, atau analisa risiko, untuk sebuah bisnis yang Anda tahu tak akan bisa berjalan. Aparat penegak hukum mengetahui hal ini dan Anda dihadapkan kepada ancaman penahanan. Anda harus lari ke tempat di mana aparat hukum tak akan bisa menyentuh Anda. Ke mana? Singapura. Mengapa? Karena Singapura hanya setengah jam terbang dari Jakarta, atau 45 menit dengan ferry dari Batam, dan yang terpenting Singapura tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia”.

Itulah awal tulisan Michael Backman di harian The Age (Melbourne, 26/7/2006) yang terkesan amat ironis dan penuh sinisme, namun begitulah adanya.

Jika meneliti konglomerasi Indonesia dan dunia, terlihat banyak sekali regional headquarters berdomisili di Singapura, dan uang pun mengalir ke sana. Proses pengambilan keputusan pun akhirnya banyak dilakukan di Singapura, menyebabkan lalu lintas ke dan dari Singapura menjadi amat padat. Lihat, pesawat Jakarta-Singapura setiap hari padat penumpang.

Netty Ismail, dalam tulisannya berjudul ‘’Morgan Stanley’s Quit After Singapore E-Mail’’ (Bloomberg, edisi 5 Oktober 2006), mengungkapkan bahwa Chief Economist Andy Xie yang telah bekerja sekitar sembilan tahun pada Morgan Stanley terpaksa atau dipaksa mundur. Itu setelah Xie menulis di e-mail internal bahwa keberhasilan Singapura berasal dari uang haram para pejabat dan pengusaha Indonesia yang dicuci di Singapura. “Indonesia has no money. So Singapore isn’t doing well”, kata Andy Xie dalam salah satu e-mail-nya.

Dalam hal ini, mantan Perdana Menteri Malaysia menyatakan, bahwa ‘Terorisme Ekonomi Lebih Berbahaya’, karena menyebabkan kerusakan yang berefek sangat panjang. Pernyataan ini disampaikan Mahathir Muhammad menanggapi dominasi mata uang dan ekonomi Barat di Yogyakarta, seusai memperoleh penghargaan "AFEO (Asean Federation of Engineering Organizations) Distinguished Fellow Award", 22 Oktober 2003.

Singapura sebetulnya mendulang sukses dari uang-uang haram hasil penjarahan uang negara Indonesia yang dilakukan pejabat dan pengusaha hitam.

Indonesian Corruption Watch (ICW) kepada pers di Jakarta, Kamis (26/4), mengungkapkan, ada 17 buronan yang diduga koruptor berada di Singapura. Jumlah itu bisa bertambah, karena saat ini ada 40 tersangka korupsi yang buron.

Ke-17 orang yang diduga korupsi dan diperkirakan masih berada di Singapura antara lain Sjamsul Nursalim, kasus BDNI dengan kerugian negara Rp6, 9 triliun dan US$ 96, 7 juta, Bambang Sutrisno, kasus Bank Surya dengan kerugian negara Rp1, 5 triliun, Adrian Kiki Irawan, kasus Bank Surya dengan kerugian negara Rp1, 5 triliun.

David Nusa Wijaya, kasus Bank Sertivia dengan kerugian negara Rp1, 26 triliun, Samadikun Hartono, kasus Bank Modern dengan kerugian negara Rp169 miliar, Agus Anwar, kasus Bank Pelita kerugian negara Rp1, 9 triliun, Irawan Salim, kasus Bank Global kerugian negara US$ 500 ribu.

Sudjiono Timan, kasus BPUI kerugian negara US$ 126 juta, mantan direktur dan komisaris PT MBG, yaitu SH, HH, TS, GS, dan TWJ dalam kasus BPPN dengan kerugian negara Rp60 miliar, Hartono Tjahjadjaja, kasus BRI Senen kerugian negara Rp180 miliar, Nader Taher, kasus Bank Mandiri kerugian negara Rp24, 8 miliar, Maria Pauline Lumowa, kasus BNI kerugian negara Rp 1, 9 triliun dan Atang Latief, kasus Bank Bira dengan kerugian negara Rp 155 miliar.

Menurut ICW, daftar koruptor itu diperkirakan akan terus bertambah, karena masih ada puluhan tersangka koruptor yang kabur ke luar negeri. "Kita belum tahu data pastinya, tetapi yang jelas dalam hitungan kita ada 40-an yang kabur. Mereka kabur bisa ke Singapura atau negara lainnya, " ujarnya.

Tidak heran melihat banyak gedung, apartemen, dan kantor yang merupakan investasi orang-orang Indonesia yang oleh pemerintah Singapura diberikan banyak kemudahan, termasuk pajak dan izin tinggal (permanent residence), bahkan dalam beberapa kasus diberi kewarganegaraan Singapura. Beberapa pengusaha Indonesia diketahui memiliki status warga negara Singapura. Mereka lalu menjadi untouchables karena bukan lagi warga negara Indonesia.

Misalnya, setelah diberi keringanan untuk membayar utang dan dihapus tuntutan hukumannya (Release and Discharge), sejumlah pengemplang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kabur ke Singapura. Misalnya Atang Latief (Bank Indonesia Raya), Lidya Muchtar (Bank Tamara), Agus Anwar (Bank Pelita dan Bank Istimarat), Sjamsul Nursalim (BDNI), dan Samadikun Hartono (Bank Modern).

Tak heran bila terungkap bahwa sekitar Rp 800 triluanan dana milik 18 ribu warga negara Indonesia disimpan di Singapura. Jumlah itu merupakan sepertiga aset 55 ribu orang terkaya di Singapura yang bernilai US$ 260 miliar. GDP per kapita Indonesia 720 dolar AS, sementara Singapura sudah mencapai 23 ribu dolar AS (atau 32 kali Indonesia).

Namun, menurut laporan Merrill Lynch dan Capgemini yang dirilis 10 ktober 2006 lalu, dari total US$ 260 miliar 55 ribu warga Singapura, US$ 87 miliar atau setara Rp 800 triliun merupakan kekayaan milik 18 ribu warga negara Indonesia yang memiliki izin tinggal di negeri itu. "Singapura menjadi negara yang memiliki kebijakan sangat terbuka untuk menarik imigran kaya seperti Indonesia," tutur Tho Gea Hong, market director Merrill Lynch Global Private Client.

Tahun sebelumnya, Pemerintah Singapura pernah mensinyalir ada sekitar 65 milyar USD uang orang Indonesia yang diinvestasikan di Negeri Singa. Dari angka itu diperkirakan total uang orang kaya Indonesia yang parkir di berbagai negara sekitar 150 miliar dolar AS, atau setara Rp 1.350 triliun pada kurs Rp 9.000. Jumlah ini melebihi total dana pihak ketiga di bank nasional sebesar Rp 900 triliun, dana reksadana sekitar Rp 110 triliun, maupun rerata transaksi harian pemodal lokal di bursa saham yang sekitar Rp 1,5 triliun (Investama, edisi 121/VII, 12-25 April 2005).

Pada shopping season Juni 2005 di Singapura, ternyata the biggest spendor-nya orang Indonesia dengan nilai transaksi lebih dari Rp 1 trilyun. Rekor ini mengalahkan pembelanja dari Jepang dan Amerika sekalipun.

Sejak 1993 hingga kini sedikitnya 50 juara Olimpiade Sains Nasional (OSN) asala Indonesia “diambil” Singapura melalui beasiswa dari berbagai universitas. Kepala Seksi Kesiswaan Dinas Pendidikan Menengah Tinggi (Dikmenti) DKI Budiyanto menyatakan banyaknya juara OSN yang hijrah karena perguruan tinggi Indonesia tidak mendukung mereka (Koran Tempo, 3/9/05).

0 komentar:

Post a Comment