Saturday, February 14, 2009

Sudah saatnyakah khilafah??

Kondisi umat islam saat ini bagaikan anak ayam kehilangan induk. Terlihat mandiri dalam berbagai bentuk Negara, namun pada hakikatnya lemah. Dalam konteks yang paling sederhana, dapat disimpulkan bahwa penyebab utama dari kelemahan umat ini adalah hilangnya kesatuan dan persatuan di antara berbagai komponen yang seharusnya saling mendukung. Sebuah kekuatan yang seharusnya menakutkan, sebuah kekuatan maha dahsyat yang dimiliki umat ini tenggelam, hilang nyaris tanpa jejak terkubur bersama hilangnya "ukhuwah islamiah" yang merupakan salah satu pondasi utama terciptanya masyarakat madinah dan seperti terlihat jelas dalam paparan sejarah, dari sana bermulanya ekspansi peradaban islam hingga puncak kejayaannya ketika islam menguasai peradaban, menjadi Negara super power tunggal pada masanya.


Satu hal yang cukup menggembirakan, salah satu hikmah dibalik pembantaian yang dilakukan oleh Israel terhadap penduduk Gaza, munculnya kembali kesadaran akan "persaudaraan muslim" kesadaran akan ukhuwah islamiah, bahwa umat islam adalah satu, satu iman, satu nabi, satu kiblat, satu qur'an, satu tubuh. Saya harap ini lah yang menggerakkan umat islam di seluruh dunia, munculnya kembali kesadaran tentang ukhuwah. Bukan keprihatinan akan matinya kemanusiaan yang saya rasa menjadi alasan utama yang menggerakkan mereka yang berasal dari aneka agama dan bermacam negara di seluruh dunia untuk tumpah ruah ke jalanan memprotes kekejaman Israel. Dan bagi umat islam harus ada alasan lain yang membedakan mereka dari umat lain, tidak hanya "rasa" kemanusiaan, tapi juga kesadaran akan "ukhuwah" dan kesatuan ummat.

Fenomena yang bertolak belakang justru dimunculkan oleh para pemimpin negara-negara islam. Khususnya tentunya yang berasal dari negara arab sebagai tetangga langsung dan terdekat dari palestina. Keengganan yang diperlihatkan dalam membantu secara langsung dan mengutuk Israel menimbulkan kekecewaan yang teramat dalam dalam diri umat ini. Sehingga timbul kerinduan akan hadirnya seorang pemimpin yang berani mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Gelombang kerinduan ini seolah mendapatkan obatnya dalam forum ekonomi internasional Davos pada akhir bulan januari lalu. Sikap tegas Perdana Menteri Turki Recep Tayep Erdogan yang memutuskan untuk walkout dan mengkritik keras Presiden Irael Shimon Peres dalam forum tersebut memberikan kesan yang cukup mendalam bagi sebagian kalangan. Bahkan lebih jauh, sikap ini mengingatkan kembali akan khilafah terakhir yang terpusat di turki. Sehingga sebagaimana dilaporkan dalam eramuslim, hari rabu 11 februari lalu bahwa Puluhan pemuda Mesir, misalnya, dalam sebuah forum di Face Book menyatakan Erdogan sebagai Pahlawan Bangsa Arab dari Ras Non-Arab (Bathl al-Ummah al-Arabiyyah wa Huwa Laysa Arabiyyan). Di forum tersebut, terdapat sub-judul dengan pertanyaan menarik: "Limadza La Nahlamu bi 'Awdah al-Khilafah al-Islamiyyah" (Mengapa KitaTidak Mengharapkan Kembalinya Masa Khilafah Islamiyyah?".

Isu khilafah memang bukan hal yang baru, Hizbut Tahrir dengan gigih sejak lama memperjuangkan kembalinya khilafah ke dunia islam, begitu juga dengan organisasi-organisasi lain yang berangkat dari kerinduan akan khilafah, walaupun ada yang tidak dengan lantang menyuarakan itu. Khilafah, adalah sebuah syarat utama bagi kembalinya kekuatan umat. Melihat apa yang terjadi di Gaza dan sikap para pemimpin yang terlalu banci dalam berhadapan dengan zionis israel, dan banyaknya kesulitan dan halangan yang didapat oleh mereka yang ingin berjuang di bumi jihad, baik dari pemerintah negara masing-masing, maupun persoalan tetek bengek perbatasan menyebabkan kepergian ke bumi jihad di negara muslim manapun menjadi satu hal yang amat sulit. Logikanya, dengan terciptanya khilafah, dan satu bendera yang menyatukan seluruh negara islam, maka di titik manapun pembantaian umat islam terjadi, saudara-saudara mereka yang lain tanpa kesulitan dapat menjangkau mereka dan bersama-sama berlomba menjemput syahadah, sebuah harapan yang indah.

Juga dapat dibayangkan kekuatan yang akan tercipta ketika negara-negara muslim saat ini benar-benar lebur menjadi satu dibawah payung khilafah. Sebuah negara besar akan muncul. Kekayaan alam yang dimiliki sangat cukup untuk menopang negara khilafah tersebut. Dengan potensi ekonomi yang dahsyat tersebut, khilafah ini akan kokoh dalam segala segi, posisi tawar yang tinggi dalam bidang politik, bahkan negara sekaliber Amerika, Rusia ataupun Cina akan berfikir dua kali untuk mencoba mengganggu kedaulatan negara ini. Apakah ini sebuah utopia ?? saya rasa tidak. Negara Madinah terbentuk dari gabungan antara kaum Muhajirin yang terusir dari kampung halaman mereka dengan golongan Anshar yang telah berikrar untuk mengorbankan apapun jua demi agama ini. Dari komunitas kecil yang saat itu mungkin terlihat lemah, sebuah peradaban dahsyat muncul dan menerangi kegelapan dunia saat itu. Dibandingkan dengan saat itu, maka umat islam saat ini memiliki perangkat yang lebih lengkap untuk mewujudkan cita-cita khilafah.

Satu hal mendasar yang membedakan kita dengan mereka adalah bahwa "ukhuwah islamiah" bagi mereka bukan sebatas jargon kosong tanpa makna, ukhuwah bagi mereka adalah nadi kehidupan yang bersandar dari aqidah yang menghunjam dalam dalam hati mereka, dan dengan kokoh membentengi mereka dari kenikmatan semu dunia yang saat ini menjadi penyebab utama akan berkembangnya kemunafikan dan kepengecutan dalam diri umat ini.

0 komentar:

Post a Comment