Saturday, February 21, 2009

Tawadhu' dan Etika menyampaikan kritik

Salah atu ciri khas seorang alim (yg berilmu) adalah sifat tawadhu'. sehingga semakin tinggi ilmu seseorang semakin tinggi pula tingkat ketawadhuannya, dan di sisi lain akan semakin tinggi pula pengakuan dan penghormatan yang diberikan oleh orang-orang di sekelilingnya.
Karna itu mungkin sejak lama di negara kita orang mengenal istilah "ilmu padi" dimana semakin tinggi dia tumbuh akan semakin menunduk. juga pepatah yang mengatakan "tong kosong nyaring bunyinya". ga salah kalo dimana-mana sifat rendah hati selalu diajarkan kepada anak2 di sekolah-sekolah, pesantren-pesantren dan selalu diulang-ulang di mimbar-mimbar masjid. intinya, sifat tawadhu' penting dan sangat penting..

Sifat ini tidak bisa dibuat-buat, dia tumbuh dengan adanya kesadaran dan adanya pengendalian diri yang tinggi..karna mereka yang tidak bisa mengendalikan nafsu "takabbur" yang memenuhi hatinya ga akan bisa memunculkan aura tawadhu' ini, bahkan walaupun dia sudah berusaha membungkuk2kan diri ketika berjalan atau menunduk2 misalnya. karna ketika sifat takabbur tadi sudah menguasai diri, dia akan senantiasa mengalahkan sikap tawadhu'.

Sebuah contoh kecil, seseorang yang pernah menjadi dosen misalnya di sebuah universitas yang katanya menjunjung tinggi kebebasan berfikir sehingga otomatis para mahasiswa nya pun akan lebih "open minded" dibanding mereka yang berada di timur tengah....khususnya mungkin di libya ini (katanya)..nah dengan latar belakang yang demikian mungkin akan timbul suatu sikap takabbur tadi yang terefleksi dari tulisan-tulisan yang saya rasa sangat menginjak-injak dan sangat tidak mungkin ditulis oleh mereka yang menganggap diri terpelajar!!

Tapi seperti saya katakan tadi, fenomena "takabbur" tadi dan tidak adanya sifat tawadhu' dalam bersikap menunjukkan dengan jelas sampai dimana tingkat keilmuan yang dimiliki seseorang...ingat ilmu padi yang baru saya sebutkan di atas..?? satu hal yang mungkin menjadi pertanyaan bagi saya adalah, apakah kesalahan fatal yang di buat oleh para mahasiswa disini kepada beliau tersebut misalnya sehingga sikap yang muncul dari beliau yang terhormat dan berilmu tadi begitu penuh dengan unsur "dendam"...? (hal ini tercermin di setiap tulisan beliau tentang mahasiswa libya)

Setiap tempat mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. semua orang tanpa harus menjadi dosen di universitas paling canggihpun akan menyadari ini. sehingga sangat tidak adil ketika suatu hal dikritik dan bahkan dicerca sedemikian rupa seolah tiada sedikitpun kebaikan di sana. sebagai contoh perbandingan, saya ambil perbandingan mahasiswa Libya dengan Mesir (karna hal ini pernah menjadi bahan perbandingan di salah satu tulisan tentang "kelemahan" mahasiswa Libya). Kawan-kawan di mesir lebih beruntung dengan aktifitas keilmuan yang banyak (seperti seminar-seminar, diskusi, aneka pelatihan de el el, dan suasana keterbukaan yang tidak dimiliki oleh mahasiswa libya. namun disisi lain apakah dengan begitu sisi keilmuan mahasiswa libya jauh tertinggal? saya berani menjawab dengan pasti, TIDAK. Dalam kasus-kasus seperti ini kita tidak bisa memakai kata "seluruh". Kalau per personal mungkin ada yang lebih baik dan juga ada yang lebih buruk....ini berlaku ketika membuat perbandingan antara universitas manapun.
Toh sebelum berangkat ke libya banyak kawan-kawan yang sudah malang melintang di aktifitas-aktifitas luar dan organisasi-organisasi kemahasiswaan yang tentunya tidak kalah dengan aktifitas pemikiran mahasiswa mesir. Sehingga terdengar aneh di telinga saya ketika ada yang menganggap bahwa mahasiswa Libya (tanpa ada redaksi pengecualian) sangat terbelakang. Kalaupun ingin mengkritik mahasiswa Libya dari sisi ini saya rasa ada cara yang jauh lebih baik dan terpuji yaitu misalnya dengan mengatakan bahwa "sebagian" mahasiswa Libya kurang bahkan tidak pernah sama sekali mendapatkan aktifitas keilmuan di luar kampus sehingga kurang merangsang aktifitas berfikir mereka sebagai mahasiswa, tentunya dengan menyebutkan pebedaan kondisi libya dengan mesir misalnya, dan tanpa memberikan kesan bahwa sama sekali tidak ada kebaikan ataupun segi-segi hal yang pantas dibanggakan.

Dari segi lain, kita ambil misalnya dari perkuliahan, apakah mahasiswa disana juga lebih baik dari mahasiswa disini? Sehingga kemudian ada yang menganggap "pokoknya mahasiswa mesir jauh lebih baik dan mahasiswa libya ga bisa apa-apa....pokoknya tertinggal jauh......(kalau sudah begini susah). toh banyak mahasiswa di mesir yang seolah tidak kuliah karna sibuk dengan aktifitas di luar kuliah...bahkan banyak dari mereka misalnya yang kemampuan bahasa nya tidak menunjukkan kemajuan karna selalu bergaul dengan sesama mahasiswa indonesia dan sangat jarang mengikuti kuliah....tapi apakah kita harus megeneralissasi bahwa seluruh mahasiswa mesir ga becus berbahasa arab?? pasti tidak.

Seorang kawan yang saat ini berada di mesir pernah bercerita bahwa ketika ia berbincang-bincang dengan mahasiswa turki di cairo, si turki tersebut terkaget-kaget ketika mengetahui dia seorang mahasiswa indonesia...karna yang dia tau, mahasiswa indonesia di sana ga da yang bisa berbahasa arab selancar itu....ini hanya sebuah gambaran karna saya yakin si mahasiswa turki tadi masih "kurang gaul" dengan mahasiswa indonesia....karna yang lancar berbahasa arab juga banyak dan bahkan juga lebih baik dari banyak mahasiswa Libya........nah, seperti saya katakan tadi, ta'mim atw generalisasi sebuah kasus terhadap yang lain adalah penodaan terhadap objektifitas penilaian terhadap sesuatu...apapun itu.

Nah untuk kasus di atas, kita tidak bisa mengatakan mahasiswa Libya lebih unggul dari mahasiswa mesir ataupun sebaliknya karna masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. jangan sampai fanatisme almamater membuat kita memandang rendah yang lain karena adanya kekurangan di sana sementara di sisi lain kita melupakan kekurangan-kekurangan yang ada di diri sendiri...bukankah Rasul SAW pernah bersabda : Thuubaa Liman Syaghalahu 'Aibuhu 'an 'Uyuubinnaas.."...semut di seberang lautan terlihat tapi gajah yang di depan hidung sendiri ga keliatan....ini hanya akan terjadi ketika fikiran dipenuhi kebencian dan dendam sehingga kesalahan yang nampak di salah satu sisi, dan di beberapa personal langsung di ta'mim dan divonis menjadi kesalahan semua dan akhirnya seolah menganggap tidak ada kebaikan sama sekali disana.

Saya sendiri berharap tulisan-tulisan tentang mahasiswa Libya yang saya baca di sebuah blog dan saya rasakan "tidak pantas" itu tidak berangkat dari kebencian. Karna ketika ia berangkat dari kebencian maka akan hilang nilai objektifitas disana. Tidak banyak pelajaran kuliah yang membekas kuat di otak saya, namun salah satu hal yang masih saya ingat dengan jelas adalah sebuah nilai yang saya ambil dari buku "Waroqot fil Bahtsi wal Kitabah". Bahwa satu hal yang harus diperhatikann betul oleh seorang penulis ketika ingin menyimpulkan hasil penelitiannya adalah bahwa jangan sekali-kali men"ta'mim" suatu masalah sebelum betul-betul yakin akan kesahihannya. Karena itu harus berhati-hati menggunakan kata-kata "seluruh, semua" tanpa pengecualian…..karena walaupun kita melihat fenomena itu terdapat di sebagian besar, akan selalu ada sebagiann kecil atau bahkan sama besar yang "berbeda". Dan saya kira untuk hal ini tidak membutuhkan contoh lagi, karena apa-apa yang saya paparkan di atas walaupun tidak menyeluruh sudah cukup mewakili.

Seperti yang sering diulang-ulang oleh guru saya di pesantren dulu, "in uriidu illal islaah" catatan ini saya buat dengan harapan islah dan dalam rangka saling mengingatkan. Bukankah ini yang harus selalu dilakukan seorang muslim terhadap saudara muslim lainnya? Saya, dan para mahasiswa disini sangat terbuka dan menghargai setiap masukan dan kritikan yang diberikan kepada kami, sehingga dengan menampung saran dan kritik tersebut bisa memperbaiki diri dan melangkah menyongsong hari esok yang lebih baik. Apalagi ketika kritik itu datang dari seorang yang lebih "alim" dan jauh lebih berpengalaman, tentunya kritik yang diterima adalah kritik yang "terpelajar" dan "sedikit bernorma" dan karena yg melontarkan kritik adalah seorang yang sangat terpelajar tentunya "beliau" lebih memahami tentang tercelanya sikap "ta'mim" dalam objektivitas penilaian.

Dan kembali ke pembahasan awal di atas, sudah sepantasnya masing-masing dari kita memeriksa kembali kadar "tawadhu'" dan "takabbur" yang berada dalam diri kita dan kemudian berusaha meningkatkan dan menghiasi sikap dan prilaku dengan tawadhu' karena setahu saya (sebagai mahasiswa Libya yang sama sekali bodoh dan tidak bisa apa-apa) sikap tawadhu' lah yang senantiasa diperintahkan Allah dan Rasulnya dan bukan kebalikannya.

Imaroh 106/3/1
18:50 waktu Tripoli

0 komentar:

Post a Comment