Wednesday, April 15, 2009

PKS................


Fakta membuktikan sampai saat ini bahwa PKS berhasil tampil sebagai partai yang bersih dan peduli, sesuai dengan jargon yang diusungnya. Selain itu PKS juga kental dengan identitas keislaman yang disandangnya walaupun tidak secara “brutal” mengusung penerapan syariah islam seperti yang dilakukan PBB. Dengan track record yang baik tadi, plus identitas sebagai partai islam, mestinya di Negara yang berpenduduk mayoritas islam PKS bisa menjadi jawara dalam pemilu yang dilakukan, atau paling tidak mendapat sekurang-kurangnya 20% seperti yang ditargetkan partai itu sendiri. Namun sampai saat ini PKS hanya menduduki peringkat keempat dan ini diprediksikan akan tetap, dan hanya mendapatkan 8% lebih.

Sebelum pemilu dilaksanakan, PKS terlihat berusaha membuka diri dan menampilkan kepada masyarakat bahwa mereka adalah partai semua golongan, sebuah usaha yang mungkin agak terlambat untuk menepis anggapan yang beredar umum di masyarakat bahwa PKS adalah partai kelompok tertentu, partai yang ekslusif.
Maneuver tentang pemilihan presiden dan wapres pun justru terlihat lebih membingungkan, bahkan cenderung “lucu”. Semua menyaksikan bagaimana PKS begitu sumringah ketika JK mengunjungi markas mereka di Mampang setelah menyatakan siap maju sebagai capres, dan PKS begitu gegap gempita berusaha menyandingkan JK dengan HNW. Dan tak lama kemudian berbelok menjadi SBY-HNW setelah JK bertemu dengan Mega.
Setelah pemilu, PKS terlihat semakin linglung. Ketika wacana SBY-JK kembali menguat seiring dengan perolehan suara Demokrat yang memuncaki daftar klasemen perolehan suara, dan Golkar di peringkat 2 dan 3 karena saling salip dengan PDI P, salah seorang petinggi PKS melontarkan sebuah ungkapan yang lagi-lagi lucu, bahwa mereka akan menarik dukungan apabila SBY kembali dengan JK. Yang saya fahami, JK tidak pantas lagi disandingkan dengan SBY karna status quo atau kinerja yang plin plan dan kekuatan Golkar di parlemen yang menurut mereka sering menghadang kebijakan SBY. Kalau memang seperti itu, kenapa mereka begitu bersemangat mendukung pencalonan JK sebagai capres beberapa saat lalu dan bahkan langsung menyambut dengan menawarkan HNW sebagai wapres??? Namun ini pun tidak lama berlangsung karena salah seorang petinggi nya kembali berusaha menjernihkan situasi dan mengembalikan posisi PKS ke sumbu koalisi PD. Akhirnya, seorang awam seperti saya cenderung menyimpulkan bahwa jelas ada perpecahan di dalam tubuh PKS, ini mulai terlihat sejak adanya keinginan menduetkan JK dengan HNW yang ditentang sebagian elemen di dalam tubuh PKS. Dan ini semakin terlihat ketika elemen yang menolak JK-HNW tadi mengeluarkan statemen penolakan SBY-JK kembali. Mungkin ada yang mengatakan bahwa perbedaan pendapat dalam internal sebuah partai adalah hal yang biasa, namun menurut saya, pada titik ini, PKS mulai mengikuti “sunnah” partai-partai lain yang terpecah ketika perbedaan-perbedaan mendasar seperti ini dibiarkan berlarut, sehingga saya tidak akan heran apabila kemudian pada tahun-tahun mendatang akan muncul PKS Perjuangan atau PKS pembaharuan…sebuah bayangan yang terlalu ironis untuk partai seperti PKS….
Jadi, kembali kepada perolehan suara PKS yang terpaku di bawah 10% mungkin pada satu sisi terlihat tidak adil. Bukan kah PKS yang menunjukkan kepedulian melebihi partai-partai lain? Dibanding Golkar dan PDI P, PKS jelas lebih bersih dan bebas dari dosa panjang politik sebelum reformasi seperti yang dimiliki Golkar dan PDI P. Dengan Demokrat jelas PKS lebih “tua”, namun apa yang menyebabkan Demokrat mampu melejit bahkan melebihi dua parpol besar ?? atau dalam redaksi lain, apa yang dimiliki Demokrat dan tidak dimiliki oleh PKS?
Ketika membandingkan antara PKS dengan PD, yang pertama terlintas adalah label Nasionalis dan Islamis yang melekat di pundak kedua partai. Dalam dua pemilu terdahulu kita lihat pemenangnya juga berasal dari partai nasionalis. Dan partai islam harus tetap puas berada di papan tengah. Apa yang salah dengan muslim Indonesia?? Kenapa kepercayaan kepada partai nasionalis melebihi kepercayaan mereka kepada partai islam, dan kalau menilik pemenang pemilu sesungguhnya (dibaca Golput), maka ternyata label islam tidak cukup untuk menarik simpati rakyat, dan label islam juga tidak bisa menjamin mendapat kepercayaan dari rakyat yang meyoritas muslim.
Dengan pengalaman semenjak merdeka sampai sekarang dimana partai nasionalis senantiasa memimpin dalam setiap pemilu yang diselenggarakan, sepertinya rakyat merasa jauh lebih nyaman dengan apa yang selama ini mereka rasakan. Sehingga label islam yang diusung sejumlah partai tidak cukup menarik bagi mereka dan bahkan cenderung menakutkan. Jadi kalau dikatakan bahwa perolehan partai islam khususnya PKS tidak mampu menyaingi partai-partai nasionalis mapan karena keengganan mereka melakukan politik uang dalam merebut hati pemilih, saya rasa alas an ini juga kurang tepat. Toh banyak kita baca di berbagai media tentang caleg-caleg yang stress karena tidak memperoleh suara sesuai yang diharapkan, sementara biaya yang telah dikeluarkan untuk “membeli” suara telah banyak dihamburkan, dan di tempat lain juga banyak caleg yang menarik kembali hadiah yang diberikan kepada masyarakat ketika mengetahui bahwa mereka tidak memilihnya ketika pemilu. Semua fakta di atas membuktikan bahwa pemilih sudah cukup cerdik untuk menentukan pilihannya dan tidak melulu terikat kepada sogokan-sogokan politik yang diberikan caleg. Bagi mereka, kalaupun dikasih uang ya diambil, untuk urusan pilihan mereka akan memilih yang mereka anggap baik. Jadi alasan bahwa PKS mendapatkan suara minim karena tidak ikut-ikutan money politic adalah naïf.
Disamping itu, ciri ekslusif yang selama ini terlanjur melekat pada PKS juga menjadi salah satu factor kenapa tidak semua pemilih parpol islam memilih PKS. Satu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa PKS didirikan dan dibidani oleh sebuah kelompok islam yang terlihat “berbeda” dari yang lain. Fakta bahwa mereka bersih, jujur, peduli, professional, dan lainnya tidak cukup mampu menarik mereka yang terlanjur melihat mereka berbeda. Bahkan ketika kemudian PKS berusaha lebih membuka diri untuk menarik dukungan dari masyarakat yang lebih luas, fakta bahwa mungkin sekitar 99% caleg yang mereka ajukan berasal dari kalangan mereka, tidak cukup memback up langkah keterbukaan tadi. Sehingga pemilih muslim yang memilih parpol islam pun enggan mendekat ke PKS dan lebih memilih parpol islam lainnya.

KDI 106-03-01
150409 21.16

0 komentar:

Post a Comment